Baca Juga
Indonesia
merupakan Negara berkembang dengan jumlah penduduk yang padat sehingga memiliki
variasi masalah sosial yang beragam. Permasalahan sosial datang sebagai salah
satu dampak perkembangan pembangunan yang ada di setiap daerah dan kota – kota
yang ada di Indonesia. Permasalahan sosial tersebut yaitu seperti: kemiskinan,ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, kerawanan sosial ekonomi, penyimpangan
perilaku, keterpencilan, eksploitasi, diskriminasi, kerentanan sosial
masyarakat.
Beberapa
contoh permasalahan tersebut menjadi sebuah isu sosial yang mengakibatkan
kesejahteraan sosial masyarakat menurun. Akibat penurunan kualitas kesejahteraan
sosial maka, pemerintah memiliki sebuah tugas besar untuk mengembalikan
keberfungsian sosial masyarakat. Dalam mengembalikan keberfungsian sosial untuk
mencapai kesejahteraan sosial, pemerintah tidak dapat mengembalikannya sendiri.
Kesejahteraan sosial merupakan sebuah institusi atau bidang kegiatan yang
melibatkan beberapa aktivitas sosial yang terorganisir.
Kegiatan
yang dilaksanakan secara terorganisir akan dilaksanakan oleh lembaga – lembaga
pemerintah maupun swasta yang berfokus terhadap penyelesaian permasalahan
sosial guna untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Lembaga pemerintah yang
menangani permasalahan tersebut yaitu Kementrian Sosial yang memiliki naungan
lembaga disetiap kota seperti: Dinas Sosial, Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan (TKSK), Lembaga Sosial dan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). Beberapa
lembaga tersebut dibentuk memiliki tujuan utama yaitu untuk mencegah, mengatasi
dan memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial yang terjadi di
lingkungan masyarakat.
Permasalahan sosial yang datang sebagai salah satu dampak perkembangan pembangunan yang berada di kota-kota besar. Hadirnya kelompok masyarakat yang mengalami permasalahan sosial merupakan korban pembangunan yang tersingkir karena adanya konsekuensi modernisasi kota metropolitan ini sendiri. Salah satu kota yang memiliki permasalahan tersebut adalah kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar, kota budaya bahkan kota perjuangan. Maka, permasalahan sosial di Yogyakarta apabila tidak segera di atasi akan menjadi bencana kehidupan seperti menurunnya kualitas ikon di kota Yogyakarta sebagai kota pelajar, kota budaya dan kota istimewa.
Maka
peran pemerintah dalam mengentaskan permasalahan sosial yang ada di Kota
Yogyakarta tentunya pemerintah kota tidak bekerja sendiri, namun dalam
penanganannya pemerintah melakukan kerjasama yakni dengan memberdayakan
masyarakat yang berkerjasama dengan salah satunya yaitu Pekerja Sosial
Masyarakat (PSM), Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Dinas Sosial,
Sakti Pekerja Sosial dan Lembaga mitra yang bekerjasana dengan pemerintah kota
dalam menangani masalah sosial yang ada di Kota Yogyakarta.
Dalam hal ini, PSM merupakan seorang
pelaku pekerja atau penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang bekerja dalam
masyarakat di wilayah tertentu dengan memiliki rasa kepedulian, wawasan dan
komitmen pengabdian dalam bidang sosial kemanusiaan. PSM
tergabung dalam Ikatan Pekerja sosial Masyarakat (IPSM) yang merupakan wadah
berhimpunnya pekerja sosial bermasyarakat sebagai media koordinasi, konsultasi,
pertukaran informasi dan pengalaman serta pengembangan kemampuan administrasi
dan teknis di bidang kesejahteraan sosial.
IPSM terbentuk pada tahun 1980 yang mana PSM berdiri karena relawan-relawan sosial yang memiliki kepedulian terhadap masalah sosial secara bersama-sama membentuk PSM yang berkembang sampai sekarang. Dalam hal tersebut, PSM juga menjadi satu kesatuan yang tergabung dengan Ikatan Kesatuan yang disebut Ikatan Kelompok Pekerja Sosial Masyarakat (IKPSM) pada tingkat kelurahan, sedangkan pada tingkat kecamatan hingga nasional disebut dengan Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM). Penetapan Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 tahun 2012. Sekarang secara struktural sampai dikelurahan terdapat 1940 anggota PSM sekota Yogyakarta. Terdiri dari 45 kelurahan dari 14 kecamatan. Di Kota Yogyakarta terdapat relawan-relawan sosial yang telah disahkan dalam permensos No.10 Tahun 2019 sebagai dasar hukumnya, sebagai kekuatan hukumnya diterbitkan permensos No. 10 tahun 2019. Dalam hal ini, Perlunya pendampingan masyarakat yang dibutuhkan dalam mengoptimalkan penanganan masalah sosial yang ada di lingkungan wilayah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2019, Pasal 6, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) menjalankan tugas dan peran sebagai Inisiator, Motivator, Dinamisator dan Administrator.
PSM memiliki hubungan kerja dengan Tim
motivator dan dinamisator PSM baik di kelurahan, atau hubungan kerja antar
Ikatan IPSM kelurahan, kecamatan, bahkan nasional. Tim keanggotaan tim
motivator dan dinamisator yakni dari unsur instasi sosial, Ikatan PSM, dunia
usaha, tokoh masyarakat, para professional dan Instasi terkait. Dalam menangani permasalahan masalah sosial yang ada, permasalahan penanganan maupun
pendataan mengenai masalah sosial PSM atau pun Tim dinamisator sangat terbantu dengan hadirnya bantuan dari
masyarakat, baik berupa pelaporan, aduan, temuan dan penjangkauan. Adanya
organisasi kerelawanan dalam masyarakat ini dapat menjadi salah satu cara dalam
membantu pemerintah Kota Yogyakarta dalam menangani masalah sosial. Pemerintah
Kota Yogyakarta samapai saat ini belumm menemukan cara yang tepat dan cepat
dalam menangani masalah-masalah sosial yang ada terkhusus dalam penanganan anak
jalanan.
Tumbuhnya
PSM merupakan salah satu hasil upaya memupuk dan meningkatkan kesadaran dan
tanggung jawab sosial yang sangat diperlukan dalam usaha kesejahteraan sosial. Selama menjalankan tugasnya PSM menemukan faktor – faktor yang mempengaruhi
dalam menjalankan tugasnya. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus permasalahan
sosial di Yogyakarta yang mengakibatkan PSM memiliki faktor pendukung dan
faktor penghambat dalam menjalankan tugasnya untuk menjadi relawan sosial.
Beberapa faktor pendukung PSM dalam menjalankan tugasnya yaitu: PSM memiliki
wadah yang menaungi untuk menyelesaikan permasalahan sosial, Lembaga
Kolaborator PSM kota Yogyakarta sangat peduli dengan permaslahan sosial yang
terjadi dll. Sedangkan faktor penghambat PSM dalam menjalankan tugasnya yaitu:
PSM kurang memahamai akan kode etik PSM, latihan yang diberikan oleh lembaga
sosial kepada calon PSM masih kurang diberikan.
Maka, dari beberapa faktor tersebut kinerja PSM memiliki pasca naik
turun, akan tetapi, anggota PSM tetap berkontribusi baik untuk membawa nama
baik PSM untuk menjalankan tugasnya sebagai relawan sosial dalam pemenuhan
masalah kesejahteraan sosial.
Selama
menjalankan tugasnya menjadi relawan sosial PSM sangat dikenal baik oleh
masyarakat setempat. Karena hal ini terlihat dari kinerja PSM selama di
masyarakat selalu menempatkan posisinya serta selalu mengedepankan kepentingan
masyarakat. Selain itu kontribusi PSM juga memiliki tugas untuk membantu
penyelenggaraan program pemerintah dalam pelayanan masalah sosial di setiap
wilayah kota. Sehingga PSM adalah bagian dari potensi Sumber Kesejahteraan
Sosial (PSKS) yang mempunyai tugas untuk membantu penanganan masalah sosial,
walaupun PSM hanya relawan masyarakat.
Peran PSM dalam membantu menyelesaikan permasalahan sosial di Kota Yogyakarta tidak muncul begitu saja, melainkan menggunakan tehnik yang beraneka ragam. Maka, peran PSM dalam menyelesaikan permasalahan sosial yaitu menggunakan teori fungsionalisme Struktural. Menurut parson fungsionalisme struktural yaitu “Masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem dari bagian – bagian yang saling berhubungan satu sama lain”.
Maka, dalam menjalankaan perannya dalam membantu menyelesaikan permasalahan sosial dikota Yogyakarta PSM selalu bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga terkait untuk menjalankan peranya masing – masing dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Salah satu peran PSM yaitu sebagai broker antara masyarakat dengan pemerintah. selain itu beberapa peran yang seringkali PSM terapkan saat menangani permasalahan sosial yaitu dengan menerapkan etika pekerja sosial masyarakat (1) Penerimaan, (2) individualisasi, (3) Pengungkapan, (4) Sikap tidak menghakimi dan (5) obyektivitas (6) self determination, (7) kerahasiaan, (8) akuntabilitas.
comment 0 comments
more_vert