Baca Juga
Film Lari Dari Blora ini merupakan salah satu film legenda yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Film ini menyorot langsung pada salah satu suku yang berada di daerah (Pati – Blora) Jawa Tengah, yaitu Suku Samin. Dalam film tersebut menceritakan bagaimana keadaan masyarakat Blora kala itu, khususnya untuk masyarakat Samin, dilihat dari sudut pandang tatanan pemerintahan, pendidkan, lingkungan dan segala aktivitas yang dilakukan oleh penduduk Samin.
Ada beberapa tokoh dalam film tersebut seperti :
Chintya (seorang gadis amerika serikat / LSM)
Bongkeng dan Sudrun (narapidana yang kabur)
Si mbah (tetua di daerah Samin)
Ramadhian (seorang guru yang ingin anak anak Samin menempuh Pendidikan)
Pak lurah
Hasanah (anak pak camat sekaligus guru)
Suku samin merupakan salah satu masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat yang sudah ada didaerah tersebut. Selain terkenal sebagai suku yang tertutup Samin terkenal sebagai suku yang menjujung tinggi nilai kejujuran dan tidak bersikap sombong. Ciri khusus yang dimiliki suku Samin itu sendiri biasanya ditandai Ketika orang asing berbicara dengan orang Samin maka, suku Samin tidak akan mau kalah. Contoh ringan yang yang biasanya dilakukan oleh orang Samin, Ketika kita sedang bertamu disuku Samin, dimana akan disediakan banyak pilihan makanan dan juga minuman. Namun, jika kita hanya mengambil air putih dan juga sepotong roti, maka suatu saat jika kita akan bertamu lagi 2 hal yang kita makan itu.
Namun, dalam film tersebut diceritakan ada seorang gadis Amerika serikat / LSM yang akan melakukan riset pada suku Samin. Gadis itu bernama Chintya, beberapa hari kedatangan Chintya ke daerah Blora, Jawa Tengah 2 narapidana kabur dari sel tahanan. Akibat kaburnya narapidana tersebut para polisi dan tatanan pemerintah kota Blora kala itu sangat was – was jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan. Ramadhian seorang guru yang mengajar salah satu SD di daerah Blora itu sangat senang akhirnya anak – anak Samin diperbolehkan untuk sekolah di SD tersebut, karena ia bertekad ingin mengubah pemikiran sempit suku Samin.
Perlu kita tahu bahwa masyarakat Samin itu tidak bisa membaca dan menulis. Sehingga ajaran – ajaran dari Suku Samin harus dipatuhi oleh orang Samin, biasanya mereka di juluki sebagai sedulur sikep. Hal ini merupakan bukti kuat bahwa suku samin menolak segala sesuatu yang diajarkan oleh Belanda ke kota tersebut. Seperti adanya sekolah, karena mereka menganggap bahwa sekolah dijaman belanda itu merupakan asas politik yang dilakukan sekutu oleh negara kita karena kita akan mendapatkan Pendidikan dan penanaman nilai berbasis belanda. Suku Samin mengira babhwa dengan Pendidikan formal tersebut hanya digunakan untuk membodohi sesama. Namun, beberapa scene film Lari Dari Blora yaitu, disaat anak anak Samin tidak di perbolehkan oleh pemerintah Blora untuk menempuh Pendidikan formal. Dalam scene tersebut Chintya barau saja wawancara dengan pak lurah mengenai masyarakat Samin yang ia rasa sangat produktif. Nmaun, saat chintya bertanya “mengapa anak – anak samin dilarang menempuh Pendidikan formal..?” . pertanyaaan Chintya kala itu disanggah langsung oleh pak lurah, bahwa perlu diluruskan supaya tidak ada manipulasi informasi seakan – akan pak lurah menjadi dictator. Ramadhian yang menyanggah perkataan pak lurah bahwasanya itu merupakan pemikiran sempit kala itupun juga mendapat kritikan dari pak lurah.
Beliau mengatakan bahwa ramadhian itu orang yang berintelektual tinggi namun tidak mengerti menjaga kearifan lokal yang berada di negara Indonesia saat itu. Karena pak lurah memberikan argument dalam sebuah buku. Di mana dalam buku tersebut di jelaskan bahwa “Lembaga sekolah bukan satu- satunya sebuah institusi untuk menuntut ilmu , bahkan kontra produktif tidak memberikan pencerahan dalam berfikir dan bersifat dogmatis. Sehingga menginginkan asas- asas untuk belajar”.
Akhirnya, kala itu anak- anak samin tidak diperbolehkan untuk menempuh Pendidikan kembali. Pak ramadhian kala itu langsung meminta izin kepada si mbah untuk mengajak anak anak samin belajar memebaca dan juga menulis simbah mengizinkan niat baik ramadhian kala itu, namun berbeda dengan orang tua anak samin itu, karena mereka menganggap bahwa definisi pintar menurut mereka yaitu, bisa memahat batu, bisa naik pohon kelapa dll. Anak – anak akhirnya dipermudah untuk mengikuti sekolah formal.
Untuk narapidana yang kabur dari sel tahanan, akhirnya masyarakat satu persatu mulai curiga terkuak Ketika hendak mengambil pisang, kelapa, dan jagung milik simbah. Ada satu pesan yang paling menarik dari kejadian ini yaitu “kenapa mesti mencuri, orang minta aja pasti diberi kok, kenapa mesti berlari kalau tidak akan dikejar, kalau kamu terus – terusan berlari, semakin kencang berlari, semakin sulit berhenti, kalau tidak pernah berhenti, tidak bisa menarik napas Panjang, kalau dalam hidup orang tidak bisa menarik napas Panjang hidupnya jadi tegang”. Dan ada satu lagi yang bisa kita jadikan pelajaran pesan terakhir simbah untuk narapidana itu “ orang yang paling bisa meenghidupi diri kalian ya diri sendiri, orang yang paling serius yaitu orang yang tidak punya kesalahan, orang yang tidak punya kesalahan bisa menjadi orang sakti, dan orang paling sakti yaitu orang yang tidak punya musuh.
Perlu kita ketahui bahwa pandangan mencuri menurut orang samin itu snagat hina sekali. Maka, dari pesan- pesan yang disampaikan oleh si mbah kepada narapidana, yaitu melakukan pendekatan memberi arahan kepada narapidana dengan adat suku yang berada di sana. Seperti seorang pencuri tidak di hukum atau dipenjara dengan tatanan pemerintah, akan tetapi akan dihukum melalui cara – cara adat yang sudah ada di suku samin tersebut.
Proses Sosial tatanan masyarakat kepada suku samin terhadap teori pertukaran
Interaksi sosial merupakan aspek dinamis dari masyarakat. Dimana didalam-
nya terhadap suatu proses hubungan antara manusia satu dengan manusia lain. Hal itu
disebabkan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, yang selalu ingin
mengadakan hubungan dengan individu lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam memenuhi kebutuhannya komunitas Samin komunitas Samin mengadakan
hubungan dengan masyarakat sekitar meskipun intensitasnya kecil. Dari hubungan
tersebut ternyata membuahkan suatu hubungan pernikahan antara komunitas Samin
dengan masyarakat sekitar. Meskipun memiliki adat, tata cara serta budaya yang berbeda
pernikahan tetap berlangsung. Antara kedua kelompok sosial ini sama-sama mengem-
bangkan sikap toleransi, sikap menghargai orang lain dan kebudayaannya, serta persa-
maan unsur budaya yaitu sama-saama sebagai orang Jawa sehingga pernikahan itu bisa
terjadi(Soekanto, 2002:83).
Proses sosial yang terjadi dalam film Lari Dari Blora ini yaitu Ketika kita melihat interaksi sosial yang dilakukan antara Chintya yang mulai membaur dengan masyarakat Blora dan juga Suku Samin. Perlu kita ketahui bahwa dulu masyarakat samin kehidupanya sangat tertutup dari lingkungan luar, pengaruh dari lingkungan luar dan juga kedatangan orang luar. Namun faktanya dalam video Lari Dari Blora akibat yang ditumbulkan dari proses sosial yang sangat Panjang dapat mengubah sudut pandang suku samin untuk mulai melakukan interaksi sosial kepada masyarakat lebih luas serta tidak menutup diri maupun lingkungan lagi.
Proses sosial yang terjadi pada film ini, kita mengacu pada teori pertukaran George Casper Homans dari situ dijelaskan bahwa tiap perilaku manusia memiliki penjelasan atau dasar psikologis yang menyebabkanya. Dari sini, dapat kita ulik bersama bahwa, ajaran atau system nilai yang membentuk jati diri desa Samin merupakan kebudayaan yang dibawa oleh seorang tokoh, yang bernama Samin Surosantiko pada tahun 1980. Dimana ia mulai menyebarkan ajaran kebatinan dan suku samin sangat menentang formalitas. Ajaran ini disebarkan ke daerah Blora, Madiun, Bojonegaradan banyak kota yang ada Indonesia lainya. Sehingga dari kajian yang di ajarkan langsung oleh Samin Surasantiko ini sangat mempengaruhi sisi psikologis masyarakat setempat untuk melakukan sosialisasi dengan masyarakat lainnya.
Namun, jika kita lihat dari sudut pandang teori pertukaran Peter Blau yaitu, ia mengembangkan sosiologi dan pendekatan mikro maupun makro. Walaupun ia merupakan tokoh teori pertukaran, namun kajianya terfokus padaa stuktur sosial. Padahal kita ketahui bahwa, suku samin sangat menentag formalitas. Mereka lebih mengutamakan keharmonisan hidup, keselarasan dengan alam. Sehingga, kebudayaan dalam hal ini merupakan hasil pola pikir akal manusia sehingga dilestarikan oleh suku samin secara turun temurun.
Perlu kita tahu, bahwa analisis Blau ini semakin jauh dari teori pertukaran menurut Homans. Karena menurut Homans perilaku individu yang terpenting menjadi lenyap dengan pemikiran Peter Blau. Blau mengganti peran individu dengan berbagai jenis fakta sosial. memusatkan perhatian pada faktor yang mempersatukan unit-unit sosial pada tingkat skala luas dan faktor yang memisahkanya ke dalam bagian-bagian kecil yang jelas menjadi sasaran perhatian pakar fakta sosial tradisional. Jika kita ulik kedalam film Lari Dari Blora bahwa kita lebih difokuskan kepada masyarakat Samin kala itu, bagaimana tatanan masyarakat yang sangat berbeda dengan tatanan pemerintah, interkasi sosial yang kurang karena sikap tertutup masyarakat tersebut, masih bbanyak yang berfikiran sempit dan menganggap sekolah formal atau menempuh Pendidikan itu tidak terlalu penting dan masih banyak lagi.
Kebudayaan masyarakat samin, mereka juga memiliki “kitab suci” yaitu serat jamus kalimasada yang terdiri dari beberapa buku seperti serat punjer kawitan, serat pikukuh kasajaten, serat uri uri pambudi, serat jati sawit, serat lampahing urip mereka merupakan kitab kitab popular yang dimuliakan oleh masyarakat samin Dalam setiap interaksi sosial pasti ada faktor-faktor yang mempengaruhinya artinya faktor-faktor tersebut ikut berperan didalamnya. Termasuk di dalam interaksi sosial antara komunitas Samin dengan masyarakat sekitar. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial menurut Santoso adalah situasi sosial, kekuasaan norma kelompok, tujuan pribadi masing-masing individu, interaksi sesuai dengan kedudukan dan kondisi setiap individu serta penafsiran situasi.
Tanpa faktor-faktor tersebut niscaya interaksi tidak dapat terjadi. Faktor-faktor yang berperan dalam interaksi sosial komunitas Samin dengan masyarakat sekitar
Factor yang pertama adalah situasi sosial yang memberi bentuk tingkah laku terhadap individu yang berada dalam situasi tersebut. Situasi sosial memiliki peran yang sangat penting bagi interaksi sosial. Dengan mengetahui secara jelas situasi sosial komunitas Samin atau warga dapat melakukan interaksi sosial dengan baik dan benar. Masing-masing pihak memiliki kesadaran untuk melakukan interaksi sesuai dengan situasi sosial pada saat itu. Misalnya, pada saat Halal bi halal. Pertemuan dan perbincangan antara dua kelompok sosial tersebut lebih dirasakan dalam situasi ketika halal bi halal. Dalam pertemuan dan perbincangan mereka tetap berpegang dengan ajaran serta norma yang berlaku.
Faktor yang kedua adalah faktor kekuasaan norma kelompok, maksudnya adalah perilaku setiap warga termasuk komunitas Samin dalam setiap tindakannya ada norma-norma yang mengatur, meskipun komunitas Samin dalam setiap tindakan dan perilaku telah memiliki aturannya sendiri yang berbeda dengan orang biasa namun mereka juga memiliki norma-norma atau aturan yang mengikat mereka dalam hidup bermasyarakat termasuk dalam berinteraksi norma-norma tersebut juga berlaku bagi masyarakat sekitar. Norma-norma kelompok tersebut diterapkan dengan baik, hal ini ditandai dengan teraturnya hubungan antara komunitas Samin dengan masyarakat sekitar. Kedua belah pihak memiliki rasa saling menghormati dengan bertindak sesuai dengan norma-norma yang tidak tertulis dalam bentuk peraturan melainkan lisan yang dihubungkan dengan perasaan.
Faktor yang ketiga adalah adanya faktor tujuan pribadi yang dimiliki masing- masing individu sehingga berpengaruh terhadap perilakunya. Setiap interaksi sosial pasti memiliki tujuan. Tujuan tersebut merupakan tujuan besar ataupun hanya sekedar tujuan sederhana, misalnya adanya tujuan seseorang warga bertegur sapa dengan seseorang dari pemukiman komunitas Samin adalah untuk menunjukkan rasa saling menghormati.
Interaksi yang terjadi pada waktu pemberian penyuluhan tentang pentingnya pendidikan bagi komunitas Samin pada zaman seperti sekarang ini, tujuannya agar anak- anak dari komunitas Samin mau menempuh pendidikan formal dalam rangka ikut mencerdasksn kehidupan bangsa.
Faktor yang keempat adalah setiap individu berinteraksi sesuai dengan kedudukan dan kondisinya. Maksudnya, komunitas Samin dengan masyarakat sekitar berinteraksi sesuai dengan kedudukan dan kondisinya. Misalnya ketika komunitas Samin bertemu dengan perangkat desa, di dalam interaksi tersebut terlihat adanya jarak antara seseorang biasa yang tidak memiliki kedudukan untuk dihormati. Lurah memiliki kedudukan sebagai pemimpin masyarakat. Sebagai masyarakat biasa komunitas Samin telah memiliki kesadaran akan kedudukan dan kondisinya. Tidak ada penilaian negatif terhadap kedaan tersebut. Begitu juga dengan pihak komunitas Samin sebagai pihak minoritas, mereka sadar akan kedudukannya dengan tetap menghormati masyarakat sekitar.
Faktor kelima adalah adanya penafsiran situasi. Di mana setiap situasi mengandung arti bagi setiap individu sehingga mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsikan situasi tersebut. Misalnya ada di antara komunitas Samin yang sedang tertimpa musibah dalam situasi dan keadaan sedih maka seorang dari masyarakat sekitar diminta untuk membantu menyelesaikan masalah. Dengan melihat situasi tersebut dan berusaha mengarahkan situasi sehingga pada saat itu menjadi suatu situasi yang diharapkan.
Faktor-faktor yang disebutkan di atas adalah faktor-faktor yang berperan serta berpengaruh terhadap interaksi sosial antara komunitas Samin dengan masyarakat sekitar. Kelima faktor tersebut harus ada dalam setiap interaksi sosial termasuk interaksi sosial antara komunitas Samin dengan masyarakat sekitar.
Perubahan sosial pada masyarakat samin sampai saat ini
suku samin itu adat dimana peraturan atau tatanan sosial berasal dari suku samin itu sendiri jadi tidak mengikuti struktur tatanan pemerintah yang ada. Karena semakin berkembangnya zaman semakin memudar suku samin itu dari semua tatanannya. Dulunya mereka menentang segala formalitas baik dari administrasi negara, pembayaran pajak, Lembaga sekolah dan pernikahan yang dilakukan kantor agama, penduduk samin menentang itu semua. Karena mereka memiliki ajaran dan adat sendiri yang harus mereka patuhi oleh orang orang saminisme yang dijuluki sebagai sikep.
Namun sekarang dengan berkembangnya zaman, para saminisme memulai untuk mengikuti tatanan tatanan pemerintah yang ada. Dan bberapa nilai nilai budaya samin yang bisa kita kutip dalam film Lari Dari Blora ini percakapan simabh kepada pak ramadhian.
“ya itu semua kan bagian dari kehidupan udara untuk kita bernapas, dan air memelihara hidup kita”
“tidak ada yang perlu dirisaukan, wong kita saling percaya kok. Kita percaya alam, dan alam percaya pada kita”
Kejujuran itu penting dalam kehidupan, apabila orang sudah mampu untuk jujur, tidak ada lagi yang dirisaukan, karena semua orang saling percaya dan mempercayai”
“seluruh warga desa samin ini kaum sikep, kita semua saling satu pemikiran, kalau ada yang berbeda pikiran pasti tidak betah, mereka akan pindah ke kota atau ke tempat lainya”
“remaja tidak akan mungkin merubah ajaran kaum sikep saminiah itu kehendak yang sebenarnya dan setiap orang yang tinggal didesa ini”
Dari beberapa uraian di atas kita ketahui bahwa kehidupan masyarakat samin yang begitu saklek dengan tatanan suku adat mereka semakin kesini semakin memudar seiring berjalanya waktu, karena mereka sekarang mau mnegikuti tatanan masyarakat, mau mengikuti pembelajran formal sehingga tidak memiliki pemikiran sempit dengan ilmu pengetahuan justru mereka semakin terbuka dengan ilmu. Bagi orang samin nilai – nilai budaya yang ada yaitu, mengenai konsepi mana yang benar mana yang salah, mana yang indah mana yang tidak indah, mana yang di anggap baik atau buruk akan membentuk suatu system nilai yang kemudian tumbuh norma yang dijadikan patokanuntuk mengatur komunikasi dan perilaku masyarakat samin.
Oleh karena itu dulu masyarakat samin sangat percaya dengan leader mereka atau biasanya disebut sesepuh dalam suku tersebut. Karena dipengaruhi oleh factor introvert mereka. Namun untuk saat ini telah terjadi social exchange bagian dari kontribusi masyarakat untuk memerdekakan warganya supaya lebih maju dan lebih kompeten dalam masalah bersosialisasi.
Pokok – pokok ajaran saminisme :
Agama adalah senjata dan pegangan hidup
Jangan mencuri, berbohong dan iri dengki
Bersikap sabar dan tidak sombong
Manusia hidup harus memahami kehidupannya
Menjaga bicara baik dari ucapan, tingkah laku
Pandangan masyarakat samin terhadap lingkungan sangat positif, mereka lebih suka memanfaatkan alam, mereka juga tidak pernag mengeksploitasi hal itu merupakan bagian bagian kecil pemikiran masyarakat samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan dan apa adanya. Namun dengan adanya perubahan zaman juga mempengaruhi terhadap tradisi masyarakat samin. Mereka saat ini sudah banyak yang menggunakan alat lat canggih untuk membantu kehdiupan mereka sebagai petani dan masih banyak lagi. Pada intinya mereka semakin berkembangnya zaman sudah mulai membaur dan mulai untuk mengikuti kegiatan kegiatan pemerintah formal.
Kesimpulan
Samin adalah salah satu kelompok masyarakat adat yang tinggal di daerah pedalaman, Blora Jawa Tengah. Sebagai masyarakat samin mereka masih memegang kuat adat dan tradisi yang di ajarkan oleh para saminisme. Salah satu ajaran samin yaitu menjujung tinggi kejujuran dan tidak bersikap sombong. Karena pada dasarnya ajaran – ajaran itu harus dipatuhi oleh orang samin sehingga mereka dijuluki sebagai sedulur sikep.
Orang samin hidupnya tidak mengerombol, namun jika hidup dalam satu suku di sebuah kota mereka akan patuh dengan leader opinion mereka atau biasanya disebut dengan sesepuh suku samin. Penduduk samin itu tersebar di beberapa kabupaten seperti : kabupaten Grobogan, Bojonegoro, Rembang, Pati, Kudus dan untuk jumlah dalam setiap desa ada 5 – 6 keluarga.
Dalam pergaulan sehari – hari baik terhadap sesama samin maupun orang luar, masyarakat samin lebih teguh pendirian dalam memegang prinsip, “ono niro mergo ningsung, ono ningsung mergo niro” maksudnya yaitu saya ada karena kamu, kamu ada karena saya. Itulah ciri khas masyarakat samin yang menjaga budi pekerti, pergaulan dan akhlaknya.
Daftar Pustaka
http://blog.unnes.ac.id/budayaindonesia/2016/11/07/suku-samin/
http://blog.unnes.ac.id/budayaindonesia/2016/11/07/suku-samin/
https://blog.ub.ac.id/yuliamegayani/2014/06/19/review-film-lari-dari-blora/
P Lestari - Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi, 2008 - journal.uny.ac.id
IP Lestari - … : International Journal of Indonesian Society and …, 2013 - journal.unnes.ac.id
comment 0 comments
more_vert