Baca Juga
Anak
terlantar menjadi permasalahan polemik yang ada di Indonesia. Ada beberapa
aspek yang membuat anak terlantar menjadi bagian PMKS (Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial). Beberapa aspek tersebut yaitu : kemiskinan, anak di
telantarkan, anak yatim dan piatu atau anak yatim piatu. Namun, jika dikaitkan
dengan kecepatan perubahan dalam semua aspek kehidupan dan kemajuan. Pemerintah berinisisasi mendirikan sebuah
lembaga untuk menangani permasalahan tersebut. Untuk mengurangi tingkat PMKS
anak di indoensia, pemerintah mendirikan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.
Tujuan
dibentuknya lembaga tersebut karena kita masih banyak menemukan anak terlantar
dengan minimnya karakter yang ada. Minimnya karakter tersebut dapat dilihat
dari : kemampuan bersosialisasi rendah, inferior, apatis, pasif, cenderung
menarik diri, mudah putus asa, cemas, dan memiliki ketakutan dalam relasi
sosial. Sehingga dengan dibentuknya lembaga kesejahteraan sosial anak mampu
meningkatkan kualitas anak yang memiliki
masalah sosial. Beberapa cara untuk meningkatkan kualitas sikap anak terlantar,
maka pemerintah mulai melakukan bimbingan karakter yang perlu diterapkan oleh
setiap lembaga kesejahteraan sosial anak.
Seiring
bertambahnya usia anak yang tinggal di LKSA kita dapat mengetahui kompetensi
interpersonal yang diberikan oleh lembaga kepada anak tersebut. Sebuah lembaga
akan melakukan branding terhadap anak – anak untuk melakukan pola pengasuhan
yang cocok diterapkan di lembaga. Salah satu kompetensi interpersonal yang diterapkan
yaitu bagaimana sistem pengasuhan tradisional dan sistem pengasuhan ibu asuh.
Dari kedua kompetensi tersebut akan dipilih yang paling efektif dan efisien
dapat menunjang pemenuhan karakter terhadap Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.
Namun,
setelah kita klarifikasi terdapat beberapa Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak
yang mengalami kecemasan terhadap pola asuh yang di terapkan. Beberapa hal ini,
di alami oleh beberapa lembaga dikarenakan kompetensi interpersonal yang mereka
terapkan banyak yang tidak sesuai. Dalam hubungan antara pola asuh dengan
kecemasan yang di alami oleh lembaga kesejahteraan sosial anak memiliki
kualifikasinya masing – masing. Mengingat, setiap anak memiliki latar belakang
keluarga yang berbeda, lingkungan yang berbeda ini apakah pengaruh kecemasan
yang di rasakan oleh anak – anak atau bukan.
Untuk
menangani permasalahan tersebut peneliti akan melakukan survei ke beberapa
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Apakah pola asuh yang
diterapkan di masing – masing telah memenuhi kualifikasinya atau belum. Hasil
dari output ini nantinya akan diketahui pola asuh mana yang lebih efektif dan
efeisien untuk di terapkan di LKSA. Sehingga, di bentuknya lembaga
kesejahteraan sosial anak dapat memberikan impact yang baik terhadap anak –
anak ketika akan melanjutkan perjalanan hidupnya dengan berelasi sebanyak –
banyaknya.
comment 0 comments
more_vert