Baca Juga
Isu kesetaraan gender sangat tidak
asing beberapa bulan terakhir ini. Banyak sekali masyarakat yang berdiskusi dan
berargumen mengenai isu gender. Namun, seiring meledaknya isu kesetaraan gender
di kalangan masyarakat. Tentunya kita banyak menemukan ketimpangan yang terjadi
dengan banyak pihak. Akibat dari
ketimpangan tersebut, maka solusi konstruksi gender bisa menjadi jalan keluar
dari akar masalah isu tersebut.
Stereotype mengenai perempuan sebagai
mahluk tidak rasional, emosional dan labil membuat munculnya ketimpangan
sosial. Banyak masyarakat yang berasumsi bahwasanya perempuan tidak seharusnya
menjadi pemimpin sedangkan perempuan hanya bagian domestic saja. Selain itu,
fenomena ini juga terjadi dalam ranah pendidikan. Kaum perempuan mengalami
klasifikasi kelas dua karena ketimpangan gender.
Gender merupakan sebuah identitas
sebagai penentu peran laki – laki dan perempuan. Sedangkan dalam ranah
sosiologi menjadi interpretasi masyarakat terhadap makna kultural. Dengan
demikian tujuan identitas gender di bentuk untuk melahirkan karakteristik
maskulin dan feminisme yang membedakan laki – laki dan perempuan secara
psikologis, sosial, kultural bahkan perilaku yang diharapkan oleh masyarakat
setempat tanpa adanya ketimpangan sosial.
Ketimpangan sosial akan terjadi pada
masyarakat yang mengalami krisis identitas. Untuk itu adanya konstruksi sosial
di lakukan untuk menangani krisis yang di alami oleh masyarakat sekitar.
Konstruksi sosial tentang perbedaan laki – laki dan perempuan di bangun dan di
langgengkan melalui legitimasi teologis dari paham agama patriaki dan bias
gender. Paham patriaki ialah paham yang menggambarkan adanya sub dominasi dan
superioritas laki – laki.
Adanya kesetaraan gender di harapkan
mampu menghapuskan budaya patriaki yang ada di Indonesia. Hal ini, dilansir
kerugian yang di rasakan oleh salah satu gender dalam kesehatan fisik maupun
psikologis. Semakin marak masyarakat mengadopsi isu gender mengakibatkan over used. Sehingga banyak hal yang kita
temukan bersebrangan dengan kaidah keagamaan. Untuk itu, dalam pembahasan isu
gender harus menyertakan ajaran agama bukan saling menjatuhkan.
Beberapa isu mengenai isu kesetaraan
gender yang bersebarangan dengan ajaran agama mengakibatkan adanya ketimpangan
gender. Hal ini dapat di lihat dari pihak laki – laki dan perempuan yang
memiliki rendahnya nilai kualitas dan kuantitas dalam hidup mereka. Selain itu,
ditemukan kesenjangan akses dan asset dalam ranah pembangunan dan penguasaan
sumber daya sosial.
Kesenjangan akses dan asset yang kita
hadapi saat ini yaitu pengaruh ketertinggalan pemikiran masyarakat. Seperti
yang kita ketahui yaitu adanya sub dominasi dan superioritas laki – laki. Hal
ini di dominasi bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin dan ranah
perempuan hanya sebatas domestic saja. Jika kita lansir perempuan harusnya
memiliki tingkat yang setara dengan laki – laki dalam hal pengetahuan maupun
pendidikan.
Perempuan di tuntut untuk memiliki
ilmu dan pengetahuan yang tinggi karena akan menjadi sosok ibu. Sosok yang akan
menjadi Madrasatil ‘Ula untuk anak –
anaknya. Kenapa perlu? Karena perlunya
pendidikan yang memadai untuk calon generasi bangsa menjadi sebagai
kader pemimping dimasa yang akan datang. Selain itu, ketimpangan sosial tidak
akan terjadi dalam ranah pendidikan, lingkungan dan sosial.
Di zaman yang semakin canggih
teknologinya tidak memungkinkan jika laki – laki saja yang dituntut untuk
perfect dalam segala aspek. Perempuan juga memiliki tanggung jawab untuk
memilikinya agar bisa ia terapkan dalam proses parenting. Pentingnya mengetahui
teknologi supaya tidak terjerumus dengan berita hoax dan tidak mudah percaya
dengan berita yang beredar.
Dengan menjadi generasi yang cerdas
dan melek digital seseorang akan lebih selektif dalam menggunakan media
elektronik, media massa maupun sosial media. Orang yang cerdas tidak akan
menggunakan ilmunya hanya untuk tutorial dengan segala yang sudah ada namun ia
akan berusaha mencari tahu bagaimana cara mendapatkanya. Namun hal ini akan
terjadi sebaliknya kepada orang – orang yang memiliki keterbatasan ilmu
pengetahuan.
comment 0 comments
more_vert